Sesampai di depan kost, rasa lelah dan pikiran yang tertuju pada “besok puasa pertama di bulan ramadhan”. Baru saja mengeluarkan kunci rumah untuk membuka pintu, kemudian tiba-tiba pikiran cuy (penulis/aku) seketika tersadarkan dan buyar begitu saja dengan teriakan-teriakan “gempa.....!,gempa…..!”. langsung cuy tersentak melihat orang-orang sudah berlarian keluar dari rumah mereka masing-masing. Suara-suara tangis anak-anak dan seorang ibu yang sedang menggendong bayinya, yang kemudian langsung saja memegang tangan cuy, dan berkata “tolong-tolong, aku takut…”. Cuy berusaha menenangkan diri dan menenangkan ibu tersebut. Pikiran cuy pun melayang kembali melihat kepanikan, ketakutan, teriakan, tangisan, hilir mudiknya orang-orang yang berusaha mempersiapkan peralatan dan kebutuhan ala kadarnya untuk dibawa, dan belum tahu tujuannya kemana. Di saat bersamaan dengan goncangan gempa tersebut (7,9 scala ritcher), tepat dimata cuy tembok salah satu rumahpun roboh dan terlihat pula keluarga rumah itu yang baru saja mau mandi secepatnya menyelamatkan diri menuju ke jalan yang ditubuhnya hanya memakai handuk dan sarung saja.
Selagi proses bencana berlangsung cuy mencoba masuk kerumah dan menyelamatkan beberapa berkas yang berisi ijazah, sertifikat, dan lainnya, pakaian 1 stel dan cuy masukan ke dalam sebuah tas gendong, kemudian cuy sempat mengganti pakaian dan mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat maghrib yang waktunya bertepatan dengan goncangan tersebut. Cuy pun langsung kemasjid dan disekeliling cuy tampak orang-orang yang searah dengan cuy menuju lapangan sepak bola yang tak jauh dari masjid, sesampainya di
Cuy kemudian memasuki masjid dan menjalankan sholat berjamaah, setiap orang yang ada di masjid menadahkan tangan (berdo’a) agar diberikan keselamatan dari bencana ini, itu terdengan jelas ditelinga cuy. Setelah sholat cuy kembali ke lapangan bola dan terlihat orang-orangpun bertambah banyak mengungsi disitu, kemudian tak lama disitu, walaupun goncangan gempa yang sudah tidak ada lagi, namun orang-orang kahwatir dan cemas dengan adanya Tsunami. Terdengar dari ponsel seorang penduduk yang digunakan untuk mendengar informasi dari radio RRI, “gempa 79,5 SR, air naik 50 cm”. cuypun berjalan kembali ingin melihat di daerah lainnya. Cuy menuju kearah bentiring, semua orang berbondong-bondong menuju ke arah yang sama yaitu tuguhiu (dataran tinggi) karena menurut mereka tsunami tidak akan sampai disana.
Disepanjang jalan terlihat orang-orang yang masih tetap menunggu, namun kebanyakan terus melakukan perjalanannya. Seketika ada orang yang mengatakan “air laut sudah naik…..!”, melalui telepon genggamnya, semua orangpun bertambah panik dan cemas dan menambah kecepatan mereka untuk menjauhi jarak air laut. Transportasi angkutanpun hilir mudik, dengan listrik yang tidak berfungsi, semua cahaya lampupun tak berfungsi, poselpun tidak dapat digunakan untuk menghubungi oran-orang lain, karena gangguan sinyal.
Di perjalanan cuy menerima beberapa sms dari keluarga cuy, mereka menanyakan keadaan cuy, karena mereka melihat di televisi kejadian di Bengkulu, kebetulan keluarga cuy berada di Lampung dan
Informasi yang diterimapun lambat untuk mejelaskan kepada masyarakat mengenai peristiwa ini. Bahkan berbagai macam informasi yang sulit sekali dipercayai oleh masyarakat, ada yang bilang air laut semakin naik, tsunami, gempa lebih besar akan menyusul, dsb. Dengan kondisi masyarakat kita yang dapat dikatakan kurang rasional untuk menganalisa terlebih dahulu info yang didapat. Goncangan susulanpun terasa oleh kemabali, tak berapa lama cuy kembali pulang ke kostan, menenangkan diri, tiba-tiba ada orang berteriak kembali “gempa……!”, cuypun terpaksa tersentak dan langsung saja keluar dari kostan menuju jalan. Dapat dipastikan tidak ada yang tenang dan dapat beristirahat yang lelap malam ini. Masyarakat Bengkulu bukannya khawatir dengan gempa, hal itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka, bahkan di tahun-tahun sebelumnya masih terekam kejadian-kejadian gempa pada tahun 2001 dan 2004, namun yang dikhawatirkan adalah isu tsunami yang membuat trauma melanda Aceh tahun 2006 yang lalu.
Mendengar air laut naik sedikit saja masyarakat meras cemas, wajar saja Bengkulu dekat sekali dengan laut. Belum lagi Bengkulu dikelilingi oleh wilayah pegunungan, jadi fenomena alam di Bengkulu yang menimbulkan gempa itu sudah pasti terjadi, namun yang menjadi pertanyaan adalah kemana ilmu pengetahuan, alat tekhnologi, informasi, manajemen antisipasi akan peristiwa ini. Artinya sosialisasi dan informasi tentang pengetahuan gempa dan tsunami, bukan tentang isu bencananya. Bagaimana dengan manajemen informasi dan kominikasi yang cepat untuk peristiwa tersebut ?, kemudian bagaimana dengan manajemen dalam hal mengatasi kepanikan yang berlebihan dari masyarakat ? serta apa yang mesti dilakukan masyarakat saat peristiwa itu terjadi ? bukankan mencegah lebih baik, akhirnya timbul asumsi bahwa sistem penanganan fenomena gempa dan tsunami lah yang kiranya perlu dibuat dan diperbaiki khususnya di daerah Bengkulu. Sehingga masyarakat kita bisa sejahtera dalam mengatasi kepanikan, kahwatiran yang berlebihan, agar masyarakat bisa berfikir baru bertindak, tenang dalam menghadapi persoalan, siap sedia payung sebelum hujan. Semua bisa diatasi bila kita dapat memahami, mengetahui, mengenali dan mengatasi dengan tenang.
Untuk warga yang baru saja menentap di Bengkulu, “fenomena alam Bengkulu mengucapkan selamat datang”, mudah-mudahan bisa mengatasinya karena biasa menghadapinya.
Sumbang saran bila terjadi gempa :
Þ Siapkan alat tempur (survival kid), yakni barang-barang penting dan sesuai kebutuhan seperti, berkas penting untuk masa depan, duit, alat elektronik yang mudah dibawa, dompet yang berisi identitas, dipisahkan dan diposisikan di tempat yang mudah disiapkan, dsb.
Þ Goncangan sedikit itu biasa dan enjoy, goncangan sedang siaga, goncangan yang bikin goyang, apapun itu segera lindungi kepala dan wajah yang tampan dan secepatnya ke tempat yang luas dan lapang.
Þ Kenali daerah-daerah Bengkulu yang strategis dan tepat untuk berdoa seperti, lapangan bola kaki (makanya buat banyak-banyak lapangan bola di Bengkulu ), dataran tinggi (biasanya masyarakat Bengkulu menuju arah Tahura), gedung-gedung yang terbukti kokoh dan sanggup menahan goncangan dan terjangan tsunami, dsb.
Þ Jangan sendirian dan cari teman (biar tidak merasa sedih sendiri)
Þ Lihat-lihat sekeliling bila ada orang yang membutuhkan pertolongan.
Þ Cek dan ricek rumah, kalau bisa listrik di matikan dan yang membahayakan seperti, api dan jangan lupa kunci pintu rapat-rapat.
Þ Barang yang bersangkutan dengan keamanan dan kenyamanan rumah di letakkan di tempat yang mudah di kenal misal, gembok, dsb
Þ Cepat-cepat cari informasi yang bisa dipercaya, misal, radio, televisi, dsb
Þ Belajar dari pengalaman
Þ Biasanya 2 jam setelah gempa , tsunami tidak berpotensi.
Þ Menghibur orang lebih baik daripada menambah kepanikan mereka
Þ Bersosialisasi dengan teangga (menjalin silaturahmi), tetangga dan orang terdekat itulah yang pertama bisa meringankan dan menjadi informasi melalui teriakan peringatan mereka
Tulisan ini tak lain hanya untuk sekedar berbagi pengalaman yang ditujukan pada setiap orang yang baru saja menjadi warga Bengkulu. Semoga bermanfaat…………….?, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar